Beranda | Artikel
Shalat Musafir
Kamis, 12 Februari 2004

SHALAT MUSAFIR

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seseorang pergi ke Mekkah pada sepuluh hari terakhir Ramadlan, maka bolehkah baginya berbuka puasa, mengqashar shalat dan meninggalkan sunnat rawatib..?

Jawaban.
Orang yang pergi ke Mekkah di sepuluh hari terakhir Ramadlan, maka ia berada dalam hukum orang yang sedang dalam perjalanan (musafir). Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Mekkah pada tahun Futuh Mekkah, tanggal 19 atau 20 Ramadlan yang akan berakhir sembilan hari lagi, maka menurut keterangan Shaih Bukhari dari Ibnu Abbas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa di akhir-akhir Ramadlan tersebut.

Sedangkan masalah qashar shalat, maka jika yang pergi ke Mekkah itu seorang lelaki, maka ia wajib berjama’ah di Mesjid sebagaimana shalat biasa. Namun jika tidak sempat berjama’ah, hendaklah shalat dua raka’at. Dan bagi wanita hendaknya shalat dua raka’at jika di rumah atau empat raka’at jika di masjid.

Tentang sunnat rawatib, setelah saya lihat dari sunnah, ternyata rawatib Zhuhur, Maghrib dan Isya, tidak perlu dilakukan. Kecuali shalat sunnat lainnya seperti sunnat Fajar, sunnat Witir, sunnat malam (tahajjud), Dhuha, Tahiyatul Mesjid termasuk sunat mutlak.

[Disalin dari buku Fatawa Syekh Muhammad Al-Shaleh Al-Utsaimin , Edisi Indonesia 257 Tanya Jawab Fatwa-Fatwa Al-Utsaimin, Terbitan Gema Risalah Press, Alih Bahasa Prof.Drs.KH.Masdar Helmy]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/185-shalat-musafir.html